KKP, Kuliah Kerja? Persetan!

Tepat masih teringat teman saya bernama Nana mengajak melakukan tindakan yang cikal bakal akan merubah hidup saya : Pindah KKP (kuliah Kerja Profesi) ke Cilacap. Semestinya fakultas saya akan dijamu KKP di Garut, namun ajakan separatis dari mayoritas kawan fakultas ini memang takkan bisa saya tolak. Tanpa pikir panjang pula saya mengajak Erma, seorang teman petualang berjiwa baja sama halnya dengan Nana. Tak lama berselang ditetapkan dari program studi saya menyelewenglah empat orang yang diproyeksikan bertandang ke Cilacap : Saya, Nana, Erma, dan Wito. Untuk nama terakhir, dia adalah putra asli Cilacap yang memanfaatkan KKP ini untuk kembali mengunjungi desanya, mungkin karena sudah rindu dengan ketiga istri, ke-37 anak-anaknya, dan tetangga-tetangganya yang tampan.

Setiap perjalanan dalam hidup saya memang selalu memiliki alasan bodohnya yang justru kadang malah merupakan alasan utama melakukan perjalanan. Seperti perjalanan kaki saya dari Pajajaran hingga kembali ke rumah saya di Ciomas hanya karena lebih merelakan ongkosnya dibelikan tiga bapau ayam dibandingkan pulang menggunakan angkuan umum. Perjalanan saya ke Cilacap pun didasari alasan bodoh yang menjadi alasan paling kuat beralih KKP ke Cilacap, yaitu karena Cilacap banyak pantainya, walaupun ketika mengiyakan ajakan Nana sebenarnya saya sendiri tidak tahu letak Cilacap dimana. Kedua teman saya, Nana dan Erma pun termakan godaan beralih ke Cilacap karena pantai walaupun saya lebih yakin mereka lebih pintar tak menjadikan pantai sebagai alasan utama, mungkin alasan utama mereka adalah bisa berenang ke Australia dari Cilacap. Khusus Nana akan berenang dengan ban karet bebek karena masih sedang menempuh pendidikan berenang.

Dan tibalah hari ini sebagai hari keberangkatan kami semua ke Cilacap. Saya sudah memproyeksikan diri akan pulang dua bulan kemudian dengan keadaan kulit yang lebih hitam, berjenggot, dan sudah puber. Erma juga mungkin akan pulang berjenggot, Nana dengan hidung mancungnya yang belang terbakar matahari, dan Wito dengan gigi semakin gondrong.

Keberangkatan saya ke Cilacap entah kenapa tidak disadari bahwa ini dalam rangka KKP karena saya memang sangat antusias. Mungkin ketika sudah sampai sana dan sudah berlangsung beberapa hari saya baru akan menyadari bahwa perjalanan saya adalah dalam rangka KKP. Tapi selama saya tetap dalam keantusiasan hingga celana saya basah, rasanya saya akan tetap tak terbebani status KKP ini. Tanpa melupakan pula bahwa program KKP ini adalah wujud mengabdi kepada masyarakat sebagai mahasiswa. Saya akan menkmatinya tanpa keluhan, karena saya bukan melankolis. Hah!

Akhir kata untuk sementara,
Pulang KKP bawa tentengan, bukan gandengan! (Fathony, 2013)

Posting Komentar