Bukan Buwalan (Walau Terdengar Buwalan)

Sebenarnya tulisan ini tidaklah penting bagi Anda pembaca. Sungguh ini tidaklah penting. Lebih penting mengapa Ranger Kuning selalu diperankan wanita berperawakan tomboy. Lebih penting mengapa Ultraman tidak memiliki rambut dada, atau bahkan lebih penting suara ketawa Mamah Dedeh. Urgensi dari tulisan ini tidaklah berada diatas itu semua. Namun ada satu tujuan sebenaranya mengapa tulisan ini diploskan, yaitu hanya mendapat respon singkat empat huruf magis : amin.

Saya ingin memiliki kuda. Iyah, seekor bahkan tak hanya seekor namun beberapa ekor kuda. Saya suka berfoto dengan kuda, membuat saya bergairah hidup. Saya sangat menikmati daging kuda. Apalagi disate. Sepertinya saya memang omnivora ancaman hewan ternak. Namun kuda yang saya inginkan bukanlah untuk dikonsumsi melainkan untuk ditunggangi. Rasul pun menyerukan salah satu olahraga yang patut digeluti adalah berkuda, maka saya pun menyetujuinya. Sebenarnya sangat sederhana alasan utama saya ingin memiliki kuda, ingin berkantor menggunakan kuda. Ingin pula rasanya mengantarkan orang-orang masa depan saya menggunakan kuda. Kelak kuda itu akan menjadi primadona komplek rumah saya kelak dan dikunjungi anak-anak tetangga. Mungkin tak jarang akan ada anak yang datang dengan ibu atau pembantunya hanya untuk sekedar menyuapi anak itu, berhubung kegiatan memanipulasi anak untuk makan sudah sangat lumrah dikalangan ibu-ibu.

Saya ingin memiliki mobil Katana. Mobil ini sejatinya adalah mobil idaman saya dari kecil. Kecil, lincah, garang, dan karatan adalah hal-hal yang membuat saya mengidamkan mobil offroad ini. Ditahun saya akan memiliki mobil ini mungkin usianya sudah sangat tua bahkan lebih tua dibanding usia Cahyono di video ‘Goban (dua) Si Manusia tapi Robot’.  Mobil katana merah persis yang dikendarai Goban untuk menyelamatkan Cahyono dari Sekolah Luar Biasa Saja yang menghipnotis ratusan murid-murid dengan menonton video jorok nenek-nenek nyuci piring kotor. Aspal mungkin seharusnya bukan teman dekat dari mobil ini karena ia ditakdirkan untuk lebih dibandingkan hanya berteman dengan aspal. Nanti pun saat saya sudah sanggup membeli mobil ini, fungsinya adalah untuk dapat mengantarkan ke pantai-pantai eksotis di negera maritim ini. Jalanan di negara ini mayoritas didominasi jalanan yang masih buruk, jadi mengapa mengeluarkan banyak uang untuk membeli kendaraan yang menawarkan kenyamanan berkendara di jalan aspal bila yang seharusnya diprioritaskan adalah mobil tepat untuk medan tepat yaitu jalanan rusak.

Saya ingin memiliki kapal. Bukanlah kapal pesiar melainkan kapal nelayan berukuran cukup besar yang sanggup menampung 20 ABK. Kapal yang dibuat oleh penduduk Bajo yang sudah piawai membuat perahu. Kapal yang sanggup menerjang ombak selama berhari-hari untuk menangkap ikan, cumi-cumi raksasa, hamster, dan kuda galapagos agar dapat dijual di pelelangan ikan. Menghidupi banyak keluarga pastilah alasan utama saya menginginkan sebuah kapal namun alasan lainya adalah agar dapat mengunjungi pulau-pulau negeri ini. Ada 17.000 pulau di negara eksotik ini dan luar biasa menyayangkan bila Anda hanya tinggal di satu pulau saja. Perahu seharusnyalah menjadi transportasi utama di negeri ini untuk menyambungkan hidup keluarga di banyak pulau, bukanlah mobil. Masih sedikit pulau yang sejauh ini sudah saya kunjungi dan masih banyak pula destinasi pulau dari jangka pendek hingga jangka panjang yang direncakan untuk dikunjungi. Dari sedikitnya pulau yang sudah saya kunjungi, saya melihat begitu banyaknya warga yang menggantungkan hidup kepada kapal-kapalnya karena mereka tak dapat mengendalikan cuaca maka hanya kapalnyalah yang dapat diandalkan. Pastinya bila mereka bisa mengendalikan cuaca, mereka membeli ikan tanpa uang bahkan tanpa celana. Mana ada nelayan yang beli ikan!

Keinginan diatas hanyalah tiga dari banyak keinginan yang sudah saya tuliskan di daftar keinginan hidup saya. Hanya tiga ini pula yang dapat saya bagikan untuk khalayak melalui postingan ini. Garis besar sih, masih banyak daftar lainya namun bukan konsumsi khalayak. Bak sebuah badan, keinginan memiliki kuda, mobil katana, dan kapal ini adalah kepala, tangan dan kaki saya; Anda boleh melihatnya. Tetapi sisa daftar keinginan lainya adalah titit saya dan tidak boleh melihatnya. (Ini hanya perumpamaan bodoh, jangan terlalu serius ditanggapi).

Tapi, hei, cukup dengan Anda mengucapkan ‘amin’ sebenarnya Anda tidak saja membantu saya memiliki kuda, mobil katana, dan kapal kok. Anda juga turut membantu mendoakan saya menjadi seorang pengusaha mapan yang memiliki beberapa kapal, sanggup menghidupi beberapa keluarga, menjadi pelancong ekstrim mengelilingi pulau-pulau di Indonesia, memiliki rumah besar yang sanggup menampung beberapa kuda dibelakang halaman rumah, sanggup membiayai seorang pengurus kuda, sanggup menghidupkan bengkel-bengkel kecil agar tetap beroperasi dengan menservis mobil saya, menjadi penyedia makan bagi pengunjung pulau di rumah yang kelak saya bangun di pulau-pulau yang sering disinggahi, sanggup melestarikan warisan leluhur suku Bajo sebagai pelaut sajati, hingga turut mendoakan saya dan tim masa depan. Dream Team, bernama ‘keluarga’.

Terbaca cukup mendayu kan? Sila bantu dengan ‘amin’ magisnya!

Aliran terima kasih tak terpotong atas kemurahan hatinya.

Upacara Bendera Spektakuler di Kampung Laut, Cilacap!

Peringatan kemerdekaan RI selayaknya memang harus meriah. Suatu hal yang akhir-akhir ini jarang saya temui. Berdalih sedang menjalani ibadah puasa mematikan kemeriahan peringatan kemerdekaan, padahal 68 tahun silam pun pengibaran bendera pertama kali dilakukan dalam keadaan Ramadhan juga, kok. 

Pertama kali dalam berapa tahun ini akhirnya alasan bahwa tengah berpuasa akhirnya terhapus dan kemeriahan 17-an akhir nya bersambut. Sejak kedatangan pertama saya ke Cilacap, nyaris semua warga sudah memperingatkan saya akan kemeriahan 17-an disini. Peringatan itu bukan main-main rupanya. Saya yang tak pernah merasakan kemeriahan kemerdekaan RI selama 21 tahun saya hidup menyambut baik semua peringatan warga setempat. Namun yang tak saya sangaka-sangka diperingatkan ke saya justru adalah hal paling tak terduga dari rangkaian 17-an : Upacara pengibaran bendera. Saya menahan sedikit tawa durjana, menganggap bahwa warga yang bilang bahwa upacaranya akan meriah itu hanyalah guyonan. Sudah lama saya tidak mendapatkan lelucon yang saya mengerti selama di Cilacap, pikir saya. Jujur saja kembali mengikuti upacara bendera akan menjadi yang pertama kali saya semenjak terakhir saya menjadi pemimpin upacara pengibaran bendera saat 17 agustus ketika saya kelas 5 SD.

Singkatnya, dihari yang ditunggu-tunggu itu tiba dan sungguh pengibaran bendera dengan konsep pengibaran diatas kapal ditenga-tengah laut sangat spektakular! Warga berbondong-bondong datang dengan kapalnya masing-masing untuk menyaksikan kesakralan pengibaran bendera yang hanya erjadi setahun sekali ini. Saya yang memang bersedia tidak ikut naik keatas salah satu kapal tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk merekam dan memotret upacara pengibaran bendera dari titik paling strategis : di dermaga di depan persis bapak-bapak petugas upacara. Entahlah kenapa saya diizinkan untuk berada di deretan paling depan, apakah mungkin karena saya menggunakan kartu pers atau karena resleting saya kebuka. Entahlah.

Harus saya akui, melankolis sih, namun kespektakuleran pengibaran bendera ini memaksa saya menghela nafas sambil terenyuh melihat bendera Sang Saka Merah Putih dibukakan dari lipatanya.

Silahkan nikmatin beberapa foto yang saya dapatkan dihari peringatan kemerdekaan Indonesia ke-68 di Kampung Laut, Cilacap.












Entahlah dua teman saya ini sedang lakukan. Iyah, mereka mahasiswa.

Dan terakhir, inilah video pengibaran bendera yang saya buat. Saya dapat yakinkan bahwa upacara pengibaran bendera ini tak seperti pengibaran bendera pada umumnya. Inilah Pengibaran Bendera di Kampung Laut, Cilacap! Cilacap bercahaya (dan keras)! Nikmati :-)


KKP, Kuliah Kerja? Persetan!

Tepat masih teringat teman saya bernama Nana mengajak melakukan tindakan yang cikal bakal akan merubah hidup saya : Pindah KKP (kuliah Kerja Profesi) ke Cilacap. Semestinya fakultas saya akan dijamu KKP di Garut, namun ajakan separatis dari mayoritas kawan fakultas ini memang takkan bisa saya tolak. Tanpa pikir panjang pula saya mengajak Erma, seorang teman petualang berjiwa baja sama halnya dengan Nana. Tak lama berselang ditetapkan dari program studi saya menyelewenglah empat orang yang diproyeksikan bertandang ke Cilacap : Saya, Nana, Erma, dan Wito. Untuk nama terakhir, dia adalah putra asli Cilacap yang memanfaatkan KKP ini untuk kembali mengunjungi desanya, mungkin karena sudah rindu dengan ketiga istri, ke-37 anak-anaknya, dan tetangga-tetangganya yang tampan.

Setiap perjalanan dalam hidup saya memang selalu memiliki alasan bodohnya yang justru kadang malah merupakan alasan utama melakukan perjalanan. Seperti perjalanan kaki saya dari Pajajaran hingga kembali ke rumah saya di Ciomas hanya karena lebih merelakan ongkosnya dibelikan tiga bapau ayam dibandingkan pulang menggunakan angkuan umum. Perjalanan saya ke Cilacap pun didasari alasan bodoh yang menjadi alasan paling kuat beralih KKP ke Cilacap, yaitu karena Cilacap banyak pantainya, walaupun ketika mengiyakan ajakan Nana sebenarnya saya sendiri tidak tahu letak Cilacap dimana. Kedua teman saya, Nana dan Erma pun termakan godaan beralih ke Cilacap karena pantai walaupun saya lebih yakin mereka lebih pintar tak menjadikan pantai sebagai alasan utama, mungkin alasan utama mereka adalah bisa berenang ke Australia dari Cilacap. Khusus Nana akan berenang dengan ban karet bebek karena masih sedang menempuh pendidikan berenang.

Dan tibalah hari ini sebagai hari keberangkatan kami semua ke Cilacap. Saya sudah memproyeksikan diri akan pulang dua bulan kemudian dengan keadaan kulit yang lebih hitam, berjenggot, dan sudah puber. Erma juga mungkin akan pulang berjenggot, Nana dengan hidung mancungnya yang belang terbakar matahari, dan Wito dengan gigi semakin gondrong.

Keberangkatan saya ke Cilacap entah kenapa tidak disadari bahwa ini dalam rangka KKP karena saya memang sangat antusias. Mungkin ketika sudah sampai sana dan sudah berlangsung beberapa hari saya baru akan menyadari bahwa perjalanan saya adalah dalam rangka KKP. Tapi selama saya tetap dalam keantusiasan hingga celana saya basah, rasanya saya akan tetap tak terbebani status KKP ini. Tanpa melupakan pula bahwa program KKP ini adalah wujud mengabdi kepada masyarakat sebagai mahasiswa. Saya akan menkmatinya tanpa keluhan, karena saya bukan melankolis. Hah!

Akhir kata untuk sementara,
Pulang KKP bawa tentengan, bukan gandengan! (Fathony, 2013)

Yang Dijawab dalam Ujian Oleh Mahasiswa Fakultas Ekonomi Menggambar

Ceritanya berapa minggu lalu saya menghadapi UAS, Ujian Angkat Semen. Berat memang, berat membuka buku dan berat memencet next slide. Tapi untuk apa dikeluhkan, memangnya saya melankolis? Alhamdulillah dari sepengelihatan twit saya, tidak ada yang berbau kelemahan akan perasaan. Hah!
Singkat cerita disuatu ujian saya mendapatkan perintah menjelaskan dan menggambarkan. Iyah, MENGGAMBARKAN! Anda harus tahu betapa senangnya saya mendapatkan instruksi menggambarkan dalam soal ekonomi syariah yang dimana biasanya saya temui adalah 'tuliskan ayat', 'tuliskan arti ayat', 'tuliskan hadits', 'baca syahadat sekarang', dll.
Berikut adalah bukti bahwa ada instruksi menggambar dalam soal ujian saya :



Tanpa basa basi, tanpa mikir, dan secara spontan saya langsung menggambarkan apa yang menurut saya jawaban paling benar dari pertanyaan apakah perbedaan validitas dan reabilitas. 


Saya menggambarkan penggaris, meteran gulung, dan menara air lengkap dengan mereknya, penguin.

Namun ketika mengumpulkan lembar ujian, ada satu hal vital yang saya lupakan. Sangat vital namun bukan alat vital : saya kan mahasiswa ekonomi. Pertanyaan macam apa yang diberi kepada mahasiswa ekonomi yang mengharuskan ia menggambarkanya? Bila bukan pertanyaanya yang salah, maka jawabanya yang salah. Dan saya menyadarinya setelah saya mengumpulkan lembaran jawaban sembari membuka slide di handphone yang berisi halaman mengenai gambar jawaban yang diminta hanyalah berupa gambaran titik-titik bodoh.
Mungkin dosen yang memeriksa akan menertawakan jawaban ini, memotretnya lalu dimasukkan ke Instagram. Namun, ya begitulah. Saya mahasiswa ekonomi yang melawan cateris paribus.

Bisa dijadikan pembenaran atas kurang cerahnya IPK, nih!

Contoh :
Q : Kenapa IPK kamu tidak besar, Ton?
A : Paradoks otak, Pak.

Sejak awal memang saya tak salah memilih fakultas. FEM, Fakultas Ekonomi Menggambar.

Yang Dipelajari di Kelas Kuliah

Beberapa gambar yang sudah saya ploskan di blog ini memang sudah berwarna. Tapi yang memang patut diketahui adalah semua melewati proses sketsa. Ini beberapa sketsa gambaran iseng saya dikala bosan di kelas, yang rasanya saya memang selalu bosan berada di kelas. Daripada mengupil dan dipeperkan pada pipi teman, mending gambar saja, deh. Ketika di kelas saya tetap belajar kok : belajar sketsa dan kadang bahkan belajar gambar muka dosen! Tapi rasanya nanti saja gambar muka dosen saya ploskan.




Mario On Steroids and Covered By MSIG

Poster yang saya sertakan di lomba poster manga yang diadakan MSIG. Katanya sih juara tiga dan saya dapat powerbank gratis. Enak!


CTRL + T

Semua berawal dari kebiasaan teman saya yang berasal dari Medan. Ia seorang Medan tulen yang berbicara dengan logat Medan asli pula. Mukanya yang garang, badanya yang besar, dan celananya yang ketat menjadi kontras ketika ia berbicara dengan kosakata 'aku' yang ia sebutkan dengan manja berlogat Medan. Namun yang paling mengingatkan saya akan sosoknya itu bila ia sedang kebingungan ia kerap bertanya 'aku ini apaaa?' khas dengan logat Medannya.

Aku ini apa?

Pertanyaan ini terbesit dalam pemikiran dangkal saya. Blog bodoh ini nampaknya sudah banyak tulisan mengenai gibahan, hinaan, dan aib orang-orang terdekat saya. Dari teman yang mengidamkan wanita Jepang solehah, teman yang difoto ketika hendak menggaruk selangkangan, hingga duo penyanyi terkenal yang Alhamdulillah tak tega saya uraikan dengan kata-kata dibawah standar kemanusiaan. Saya menemui kemudahan bak pelita dikala senja ketika mencari inspirasi menjabarkan orang-orang terdekat saya, apalagi dengan pemilihan kosa kata yang... Err... Buruk. Blog ini pun merubah hidup beberapa orang terdekat saya yang menjadi korban penulisan saya. Contohnya Ahmad Ghuling yang bernama asli Ahmad Ghalib. Kini ia minder berkenalan dengan orang-orang dari fakultas saya, apalagi bila ia menggunakan kalimat sakti "Kenal Tony? Gue temen sekamarnya waktu TPB". Perlahan tapi pasti subjek yang diajak kenalan oleh Ghalib akan pura-pura cedera lalu meninggalkan lokasi perkenalan dengan jalan tergopoh-gopoh atau pura-pura difelfon dosen pembimbingnya yang keguguran.

Pertanyaan sederhana dan seharusnya mudah saja dijawab seperti Tony Stark ketika ditanya oleh Caps dalam salah satu adegan film Avenger.


Ohya, maaf saya menggunakan bahasa Swahili dan Madyar sebagai bahasa subtitle. Menyenangkan loh kedua bahasa ini.

Intinya dalam adegan ini Caps menanyakan apa jadinya Tony Stark tanpa baju Ironman. Dengan yakin dan menjengkelkan Tony Stark menjawab "Jenius, miliuner, playboy, dermawan.". Epic.
Kelak bila saya sudah berumur, saya harus bisa seperti orang ini : kaya dan nyeleneh.

Kembali kepada pertanyaan sederhana ini, 'Aku ini apa?'. Seorang ilmuwan dengan yakin pasti akan menjawab bahwa ia seseorang yang ahli dibidang keilmuan. Apa pun resikonya, apakah resikonya bahwa ia lebih mengenal benda-benda lab dibandingkan anggota SNSD. Seorang teknisi dengan yakin pasti akan menjawab bahwa ia seorang ahli teknisi, Apa pun resikonya, apakah resikonya ia harus puasa melihat kaum hawa bersolek dengan produk-produk kecantikan Bali Ratih. Ia bahkan mungkin harus terbiasa menghadapi kaum hawa yang memiliki jakun, bulu kaki, dan terap setiap selesai makan.

Namun itulah resiko menjadi pribadi sendiri.

Secara disiplin ilmu saya memang seharusnya menjadi seorang ekonom. Tapi sepertinya saya memang memilih jalan lainnya. Ekonomi memang bukan bidang saya. Bukan keluhan, kok. Saya tidak menyesali mengatakan ekonomi memang bukan bidang yang saya senangi dan rela untuk hadapi resikonya. Adanya ketidakserasian saya dengan bidang ini dan sudah ada tanda-tandanya dari hari pertama saya masuk SMA, dimana saya diusir dari kelas dan bahkan nyaris dikeluarkan dari sekolah karena 'mengusir' Guru Ekonomi saya. Mendadak gegerkan sekolah dengan adanya insiden seorang Guru Ekonomi angkatan sepuh merasa diusir oleh murid kelas 10 yang bahkan memakai dasi di hari senin saja masih memerlukan bantuan teman sebangku. Singkatnya, ekonomi memang bukan bidang saya sekalipun sekarang saya tercatat sebagai mahasiswa ekonomi dan saya tak jadi dikeluarkan dari sekolah namun nama saya sempat tenar dikalangan guru, murid beliau, dan tukang siomay langganan beliau (sungguh).

Tapi tidak berarti saya tidak bisa ekonomi, kok. Walaupun ekonomi umum saya dapat D. Hah!

Ketidakserasian saya dengan ekonomi justru membuka peluang saya untuk semakin membuka diri terhadap bidang-bidang lain. Bahkan membuka kesempatan saya untuk misalnya mendekati tokoh Tony Stark yang 'multitalenta bak tinggal CTRL + T menambah window baru di browser'.

Kini saya tengah sibuk mengerjakan pekerjaan desain yang seharusnya dikerjakan orang dengan disiplin ilmu desain. Susah memang bila tidak mendapatkan disiplin ilmu yang seharusnya untuk pekerjaan-pekerjaan ini namun inilah tantanganya. Dengan saya berkuliah di ekonomi yang memiliki jam kuliah yang sangat lowong saya masih bisa mencuri waktu di kala tak ada kuliah untuk menggeluti dunia asing lainya. Saya pernah mencoba peruntungan di dunia tarik suara, namun saya direkomendasikan untuk tarik Kereta Bumi Geulis saja.

Jadi, aku ini apa?

Setidaknya saya sudah memiliki dua jawaban yang bisa saya jawab dengan percaya diri : Ekonom dan desainer handal. Saya belum mampu menyaingi Tony Stark untuk urusan 'playboy', punya pacar tak ada dan bahkan wanita-wanita saja lebih senang melihat Bapak saya dibanding saya di foto avatar Twitter saya yang berupa foto saya dan bapak saya sedang menggelendotkan kepalanya. Kata orang-orang 'Bapak lu so sweet, lu mah ampas kopi tubruk, Ton'.

Tapi diatas itu semua, akan jauh lebih berarti bila Anda dan saya, diingat bukan karena siapa Anda. Namun karya Anda.
Hanya bilang saja, sih.