Pintu Neraka (Sempat) Terbuka Vol. II


Kami Manusia Purba, Kami Mahasiswa

Ia berjalan sedikit malu-malu dengan membawa piring berisikan makanan pada pesta perkawinan itu. Terlihat dalam piringnya sebuah gunungan besar dari nasi yang bila ditumpahkan sebanding dengan tiga porsi nasi. Pakaianya cukup rapih tak terlihat seperti kuli bangunan, kemeja batik yang sedikit lusuh mungkin karena sering dipakai. Lalu tanpa sengaja ia tersandung kursi dihadapanya. Tumpahlah piring yang dibawanya dengan penuh kehati-hatian.Terungkap sudah isi dari porsi makan kulinya, dibalik gunungan nasinya tersembunyi tiga buah ikan, dua buah paha ayam, dan rolade yang ditumpuk.

                                                  *********************************

Itulah mahasiswa. Itulah saya. Itulah teman-teman saya. Tapi cerita diatas (untungnya) bukan saya. Bukan pula teman saya, padahal saya berharap itu teman saya karena bila memang benar itu teman saya takkan segan diri ini untuk selebrasi menertawakanya sambil membuka baju dihadapan tamu undangan perkawinan dan memperlihatkan perut buncit saya yang sebelumnya sudah saya tuliskan 'pecundang' dengan penuh hina. Bersamaan dengan selebrasi saya, beberapa security akan menembak saya dengan peluru bius seperti yang sering diperlihatkan dalam film dokumenter binatang National Geographic mengenai penanganan badak di afrika. Hanya sedikit penggambaran saja mengenai mahasiswa. Kami mahasiswa, sebenarnya merupakan tahap sebelum menjadi manusia modern seperti yang pernah dipaparkan oleh Charles Darwin.

Tidak sedikit yang mencaci maki Darwin karena teorinya yang dianggap gila,  namun saya sendiri cukup sependapat walaupun saya tetap tidak setuju dengan tahapan awal, yaitu manusia berasal dari kera. Tapi menurut pemaparan bodoh saya, saya berpendapat manusia berevolusi dari manusia, menjadi manusia purba (mahasiswa), dan kembali lagi menjadi manusia.


Iyah, inilah revolusi manusia yang sesungguhnya. Ketika semua manusia belum menginjak jenjang mahasiswa, semuanya adalah manusia modern murni tanpa evolusi. Namun ketika memasuki jenjang mahasiswa semuanya akan berubah.
'Mahasiswa' terlihat bagaikan sebuah kesalahan dalam kosakata bahasa Indonesia. Menyandang 'maha' seperti menyandang kesalahan yang harus ditanggung. Bukanya buruk namun sedikit membingungkan mengingat secara ilmu pun, mahasiswa tidaklah lebih dari seorang dosen tapi bukan dosenlah yang menyandang 'gelar' itu. Tetapi kami, mahasiswa. Secara fisik pun kami kalah mentereng dengan siswa SMA masa kini yang selalu tampil to the max tidak lusuh seperti para mahasiswa penghuni tetap gerbong kereta pergi-pulang atau mahasiswa 'tukang kiloan' yang setia membawa buku-buku tebal dengan bobot masing-masing 5kg per buku.

Lalu kenapa, mahasiswa menyandang 'maha' yang seharusnya hanya disandang Tuhan?

Mungkin jawabanya adalah karena hanya mahasiswalah yang mengalami proses revolusi dari seorang manusia purba yang barbarian menjadi seorang manusia modern yang berakal. Selama menjadi mahasiswa memang tidak mudah karena menjadi mahasiswa tidaklah hanya sekedar belajar dari buku, tapi belajar tentang hidup.
Saat turun ke desa menghadapi petani, seorang mahasiswa harus belajar dan berbicara sebagai seorang petani yang memiliki ilmu lebih untuk dibagi bukan sebagai orang yang lebih pintar secara teori dan ingin menerapkan apa yang ada di buku. Menjadi mahasiswa memang penuh penderitaan secara jiwa dan raga. Saya sendiri sudah mengalami sedikit penyiksaan sebagai mahasiswa secara jiwa ketika dipaksa mendengarkan dosen paruh baya berbicara di depan kelas sedangkan beliau lupa membagikan absen yang notabenenya lebih penting dibanding kuliah tertentu atau pun siksaan secara raga berupa nasi raskin yang harus saya santap dengan tempe selama berhari-hari karena hanya itu yang sanggup saya beli.

Kami sebagai mahasiswa pun masih dalam proses menjadi orang yang besar kelak. Pemahaman kami memang masih dangkal, tapi inilah proses.

Kosa kata yang kami pahami pun tak secemerlang orang sukses. Memaknai kata 'gesek' pun kami berbeda dengan yang dipahami seorang pengusaha.


Yup, kami memang manusia purba berjas almamater. Namun kelak kami akan menjadi manusia modern lengkap dengan toga dan tidak lagi mengkonsumsi beras raskin penuh kerikil di tiap suapnya.
Namun kapan lagi Anda hidup penuh derita dan barbarian kalau bukan sebagai mahasiswa? Karena saya yakin lulus dari kuliah tidak akan sia-sia dan kami akan sukses dengan cara kami masing-masing. Jadi berbanggalah sebagai mahasiswa.

Mungkin inilah pengertian 'maha' bagi saya. Sebuah proses menjadi sempurna.

(Setelah saya baca ulang posting-an ini, saya baru sadar saya sedikit bijak. Sepertinya saya memang perlu ditembak bius binatang. Ada yang tidak beres dengan kejiwaan saya yang mendadak 'waras')

Pintu Neraka (Sempat) Terbuka

Hari senin lalu saya sempat membuka pintu neraka selama dua jam penuh. Ini sedikit ilustrasi saya yang diperagakan oleh saya mengenai kenangan membuka pintu neraka.


Cara Saya Menghadapi Dunia

Vokalis Kasabian pernah berkata bahwa zaman sekarang sudah menjadi zaman "cengeng". Sudah tidak ada lagi orang yang mendengarkan lagu dengan khyusu', diawali perkenalan singkat satu lagu di radio lalu Anda akan bertanya-tanya "Siapa yang nyanyi?" dan Anda akan membeli kaset sang penyanyi di toko kaset. Untuk saya pribadi, saya pun mengangguk membenarkan perkataanya karena saya sendiri melewati fase itu. Saya memiliki beberapa koleksi kaset rock yang masih saya dengarkan hingga sekarang walaupun sekarang sudah dalam bentuk mp3 di hp. Sempat saya tetap bertahan dengan metode kaset hingga awal SMA, namun akhirnya harus kalah juga oleh format mp3. Itulah kemajuan zaman.
Saya memang bukan orang yang sadar kemajuan zaman. Terbukti saya masih suka terpukau dengan efek komputer sinetron laga di Indosiar. Menyenangkan melihat siluman buaya yang tengah menjadi bulan-bulanan 'kamehameha'nya seorang Ustad lalu disaat melemah sang siluman akan berkata "Gawat, saya harus kembali ke khayangan", lalu dia akan menghilang meninggalkan asap. Konyol memang namun suatu hari nanti bila saya memiliki seorang anak dan ia bertanya darimana ia berasal, dengan yakin saya akan menjawab "Kamu berasal dari khayangan".
Selain itu saya pun bukanlah orang yang banyak mengalami perubahan. Saya masih menyukai tokoh-tokoh komik Marvel klasik, lagu-lagu di hp saya mayoritas berasal dari tahun 90'an hingga awal milenium, saya masih menggunakan kamera berfilem, dan saya masih senang merakit Tamiya. Pada awalnya saya tidak terlalu menghiraukan kestagnanan saya mengikuti perkembangan zaman, namun zaman pun dengan durjananya membangunkan saya. Bagaikan kisah dalam Kitab suci tentang beberapa pemuda dan seekor anjing yang terbangun setelah tidur panjang dalam gua, saya merasakan kisah yang sama, namun sebagai anjingnya. Iya, anjingnya. Seekor anjing mungkin tidak akan menghiraukan perbedaan zaman yang telah dilaluinya, yang ia tahu hanyalah tiang langganan pipisnya sudah dipipisi anjing-anjing jantan lainya selama ia tertidur. Walaupun pada kenyataanya saya tidak memiliki tiang langganan pipis tapi hidup saya tak jauh berbeda dengan binatang melata tersebut.
Tak bisa dipungkiri betapa gondoknya bila barang yang menurut Anda ekslusif, mendadak menjadi barang pasaran yang terkesan murahan. Teringat betapa saya mengagumi bentuk unik BlackBerry ketika meluncurkan produknya di awal tahun 2000 dan kini saya hanya menelan ludah pernah mengagumi gadget yang kini menjadi icon kegaulan pemuda-pemudi. Saya tak rela digauli gadget tersebut. Lalu masih teringat betapa saya mengagumi baju bola atau yang sekarang dikenal dengan jersey oleh khalayak. Namun perlahan tapi pasti, hampir seluruh orang yang mengaku pendukung klub sepak bola mancanegara tapi mainnya futsal, memiliki jersey KW thailand klub kesayangannya. Lebih hebatnya nyaris di setiap mal atau pusat keramaian lainnya ada saja orang yang jalan menggunakan baju bola. Di zaman saya masih koleksi baju bola secara rutin, menggunakannya selain untuk main bola saja sudah berat karena baju bola steriotipenya adalah Ucup, tokoh dalam serial 'Bajaj Bajuri' yang berpenampilan na'as dan selalu menggunakan baju bola hingga episode lebaran sekalipun.
Cukup terkesan bawel memang postingan ini. Bukan saya juga yang mengatur hidup Anda untuk bagaimana menyikapi perubahan zaman yang cepat ini. Namun cukup disadari saja, saya atau pun kami peduli. Perubahan zaman ini terjadi dengan cepat dan durjana, bukan berarti tidak mengikuti perubahan maka Anda dibilang orang yang kuper. Saya yakin siapa pun yang mengikuti seluruh perubahan zaman dengan mentah-mentah sebenarnya punya potensi lebih dari sekedar hanya menjadi pengikut zaman. Yup, saya peduli. Seekor anjing yang merasa tiang langganan pipisnya sudah penuh saja akan mencari tiang baru. Maka jadilah anjing dan mari bersama-sama kita cari tiang baru!

Seragam Bidan Milik Saya

Ketika saya bersekolah di jenjang SMA, saya menjadi siswa dengan penampilan yang amat memperihatinkan. Saya selalu menggunakan cardigan kusam yang nampak berumur dua ratus tahun namun pada kenyataanya hanya berumur dua bulan baru beli ketika itu, celana abu-abu gombrong bak celana Dono dalam film-film tahun 70'an, dan memakai kemeja SMA dengan bahan kain untuk seragam bidan. Iya, saya ulangi, bahan kain untuk seragam bidan. Ibu saya bermaksud sangat baik untuk membuatkan seragam sekolah untuk saya, maka beliau mencari bahan terbagus yang ada di toko kain. Merasa bahwa bahan kain seragam pada umumnya terlalu tipis dan dikhawatirkan saya masuk angin, beliau berinisiatif membeli bahan yang lebih tebal. Saya pribadi tidak pernah bermasalah dengan masuk angin jadi hingga sekarang pun saya masih bertanya kenapa seragam saya dibuat dengan bahan kain untuk seragam bidan. Apakah beliau khawatir bahwa khalayak dapat melihat pentil saya? Atau apakah beliau khawatir tali BH saya akan menerawang apabila saya menggunakan tali BH berwarna yang dapat dibeli di toko Strawberry? Semua itu hanyalah pertanyaan batin yang tak pantas saya pertanyakan, hanya Tuhan yang tahu.

Kini seragam bidan saya terbaring kaku dalam lemari pakaian saya. Penuh dengan debu dan kolor kekecilan melar yang sudah tidak layak pakai menutupi seragamnya. Tidak terlintas di benak saya untuk memakai seragam tersebut kembali. Namun akhirnya jiwa ini tergelitik juga untuk mengamankan seragam tersebut, menyelamatkannya dari tumpukan kolor usang. Saya angkat seragam tersebut baik-baik. Diamati seragam itu dengan seksama dan terbahak dalam hati mengingat saya sempat mengenakan seragam ini. Dan siapa yang akan mengira, ternyata di dalam kantung baju terdapat uang dua puluh ribu rupiah peninggalan saya SMA. Mungkin inilah bentuk kasih sayang-Nya sebagai pengganti masa SMA yang saya lewatkan menggunakan seragam bidan. Dua puluh ribu rupiah, itulah harga masa SMA saya bersama seragam bidan ini.

Kerancuan Dalam Film Transformers 3 : Dark of the Moon

Begitu kalian melihat judul yang menarik ini, kalian pasti akan membukanya dengan penuh semangat lalu merasa dibodohi setelah tidak menemukan gambar apa pun dalam posting-an ini mengenai Transformers, bahkan gambar Mojo anjingnya Sam saja tidak ada!

Tapi jangan kecewa, dibawah ini terdapat link yang akan langsung menyambungkan kalian ke trit buatan saya asli di Kaskus mengenai kerancuan yang terdapat dalam Transformers.

Mohon bantuan cendol dan rate5nya yah! :D
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=9574224

Panduan Memilih Universitas untuk Orang Bodoh

Iya, saya tahu kalau judulnya sendiri sungguh terlihat bodoh. Akan terjadi suatu fenomena penolakan untuk membaca posting-an ini dengan muka angkuh dan penuh keyakinan di hati bahwa hanya seorang keledai-lah yang bodoh namun pada akhirnya "kepencet" untuk membuka blog bodoh ini. Saya tidak menyalahkan itu terjadi, tapi ada kalanya kita harus mengakui kita bodoh dan untuk mengatasi kebodohan tersebut kita harus belajar dari orang yang sama bahkan lebih bodoh. Ingat, belajar itu bukan hanya melihat ke atas terus, loh. Maka oleh karena itu mari bersama-sama kita mengepalkan tangan kita dan dengan keyakinan penuh tinjulah langit yang bengis sambil berteriak "Saya bodoh dan saya bangga!" (disaat itu terjadi saya akan pura-pura terkena cikungunya mendadak dan membiarkan Anda terlihat bodoh dihadapan orang-orang).

Cukup dengan pendahuluan yang juga terlihat... bodoh, mari kita langsung menyimak 'Panduan Memilih Universitas untuk Orang Bodoh'. Artikel... bodoh, ini tercipta dari hasil survey dan juga penderitaan langsung yang dialami pengarangnya sendiri. Maka dapat dipastikan bahwa panduan ini akurat tanpa adanya campur tangan LSM atau pun pemerintah. Cukup PSSI saja yang direcoki menteri berkumis.

LANGKAH PERTAMA!
>Sadar Diri

Langkah pertama ini merupakan langkah paling sakral yang harus dipahami sebelum bertemu langkah-langkah selanjutnya. Tanpa bertemu langkah ini, Anda besar kemungkinan akan dipecundangi langkah-langkah besar selanjutnya. Ini pernah dibuktikan seorang teman saya yang sejatinya sudah lama tidak bersahabat dengan otaknya dari SMP. Bila tidak dapat mendengar disebutnya tuna rungu, maka teman saya itu mengidap tuna otak, kelainan dimana tengkorak Anda berfungsi hanya sebagai tempat penampungan oksigen yang dihirup lalu dikeluarkan lagi karena tidak ditemukannya organ bernama otak. Ketika tahun lalu dengan keyakinan tingkat tinggi ia mengikuti SIMAK UI dengan memilih paket delapan pilihan dimana semua pilihannya merupakan pilihan favorit. Sebenarnya tak ada yang salah dengan itu, karena saya pun menyimpulkan bahwa teman saya itu tidak pantang menyerah. Namun saya memang salah, sebab teman saya tersebut tidak menyadari kapasitasnya yang tetap saja tidak diisi pelajaran apa pun untuk menghadapi SIMAK UI. Ia dengan rutin mengisi hari-harinya dengan bagaimana menulis dan membulatkan namanya pada lembar jawab dengan benar untuk mendapatkan nilai upah tulis atau lebih tepatnya nilai belas kasih. Seperti yang dapat ditebak, teman saya terbuang dari semua pilihannya. Syukurlah sekarang dia memiliki masa depan yang cerah dan bahagia, dan ia pun sudah dapat membulatkan namanya pada lembar jawab dengan benar.

LANGKAH KEDUA!
>You Are What You Think!

Anda adalah apa yang Anda pikirkan. Apa yang ada dalam pikiranmu menentukan apa yang bakal kau jadi. Selama ini saya selalu berpendapat itu hanyalah mitos, suatu bualan untuk menghibur orang-orang ber-NATO tinggi (No Action Talk Only). Tapi ternyata apa yang kita pendam dalam pikiran kita benar-benar akan menjadi tameng bahkan boomerang untuk kita sendiri. Saya benci berbicara teori, maka saya akan langsung memberi contoh. Tahun lalu ketika saya masih muda dengan pakaian seragam putih-abu yang sangat culun lengkap dengan sabuk "Tut Wuri Handayani", optimis menjadi hal yang langka karena sudah tercekoki dengan sederet nilai berbentuk 8 tapi dibelah dan hanya disisakan bagian kanannya (kurang lebih bentuknya jadi seperti ini "3"), hidup saya berantakan bak biksu yang dikebiri. Maka pupuslah harapan mengikuti PMDK. Pesimislah saya menghadapi sisa kelas tiga SMA. Namun apakah saya menyerah? Oh jelas tidak! Saya bangkit kembali layaknya Shakh Rukh Khan yang dipukuli hingga babak belur di film-film India dan dengan dada berbulu bak karpet "Welcome" ia bangkit dan menumpaskan lawan-lawannya. Seluruh kebangkitan itu pun berawal dari fikiran untuk terus survive dengan modal optimis. Hidup itu belum ada bumbunya bila kita belum menghadapi keterpurukan, itulah kesimpulannya. Ketika Anda sudah berada di langkah ini, saya dapat menjamin bahwa Anda sudah dapat mengenal dan menangani diri Anda sendiri.

LANGKAH KETIGA!
>Jangan Asal Masuk Universitas karena Alasan Konyol


Anda mungkin menganggap bahwa langkah berikut lelucon, namun justru langkah berikut ini merupakan langkah yang harus benar-benar diperhatikan. Sebelum Anda benar-benar mendaftarkan diri Anda untuk mengikuti tes/SNMPTN/SNMPTN undangan, tanyakan pada diri masing-masing: 


KENAPA SAYA INGIN BERKULIAH DISINI?

APA YANG BISA SAYA TAWARKAN DENGAN BERKULIAH DISINI?
KENAPA SAYA TIDAK BISA MENCIUM SIKU SAYA SENDIRI?


Nampaknya pertanyaan nomer 3 adalah pertanyaan batin saya yang belum terjawab meskipun saya sudah puasa daud untuk mencari jawabannya, mohon dihiraukan saja pertanyaan nomer 3.
Namun dengan keseriusan mendalam, mohon untuk diperhatikan pertanyaan pertama dan kedua. Jawaban apa yang keluar dari hati Anda masing-masing?
Anda dapat melihat kenyataan jawaban Anda sendiri dengan menulis atau hanya cukup mengingat jawaban Anda dengan format "Karena di PTN Anu bla bla bla...". Apapun jawaban yang keluar, yang dicari dari jawaban itu adalah subjek dari kalimat alasan Anda. Misalkan jawaban Anda tadi adalah "Karena saya ingin membantu perekonomian Kota Bogor", berarti "saya" adalah subjeknya.
Setelah Anda sudah mendapat jawaban Anda, mari kita periksa hasilnya.

Jawaban : Jawaban apa pun yang memiliki subjek selain "saya" adalah SALAH.


Oke, saya semakin paham Anda berhasrat mengatakan saya sudah cukup gila. Bila Anda ingin bertindak anarkis terhadap saya dan analisis saya, saya persilahkan asal jangan ikut campurkan motor saya. Cicilannya belum lunas, sumpah.
Tapi sebelum itu terjadi, saya ingin berpendapat mengapa saya sampai berkata demikian. Saya yakin akan banyak jawaban dengan subjek yang mulia seperti "orang tua", "daerah saya", "keluarga", "membantu orang", dll. Namun tanpa menghilangkan rasa hormat terhadap alasan-alasan bijak tersebut, justru Anda sendirilah yang harus menjadi alasan utama keberadaan Anda di dunia perkuliahan. Iya, Anda. Cukup dengan kemuluk-mulukan demi orang tua dan nama besar keluarga, tapi justru orang tua Anda-lah yang menginginkan Anda berkuliah. Sisihkan dulu niat mulia Anda untuk mensejahterakan orang atau daerah asal Anda, tapi sadarkan bahwa Anda yang diinginkan orang-orang untuk membantu mereka kelak. Ini sudah bukan zamannya seperti diksar atau LDK di SMA Anda dulu dimana harus memikirkan kebersamaan dan kekompakkan bahkan sampai perlu berbagi satu permen yang diputar secara bergantian untuk lima puluh orang. Dihabiskan dalam tiga putaran pula. Sudahi masa-masa bodoh itu dan sadarlah yang akan Anda hadapi murni untuk Anda.

LANGKAH TERAKHIR!
>Niat


Sekali lagi dengan langkah aneh ini saya sudah siap untuk di cerca para aktivis bercelana di atas mata kaki dan jas dengan punggung yang ramai dengan font besar-kecil merusak mata bertuliskan organisasi-organisasi mereka. Mereka akan mengatakan saya kafir dengan menaruh niat atau nawaitu di langkah terakhir. Mereka akan naik pitam lalu mengadakan aksi "10000 Facebooker's menolak Tony berpose tidak senonoh". Tapi saya hanya dapat mengatakan mengapa saya menaruh niat sebagai langkah terakhir adalah untuk mengantisipasi apa pun yang terjadi. Sekali lagi bukan kita yang mengatur jalan hidup kita sepenuhnya. Seburuk-buruknya hasil yang di dapat adalah belum diterima di universitas impian.
Karena itulah bila memang hasil itu yang diterima, maka lakukanlah langkah terakhir ini yaitu untuk bangun kembali niat yang baru dan niatkan dapat yang terbaik di tempat yang tak terduga tersebut. Saya pun merasa saya berada di tempat yang tidak atau hanya belum tepat dari apa yang saya inginkan sebenarnya. Bakat, minat, dan niat saya sebenarnya berada di FSRD ITB, namun apa daya saya berada di FEM IPB. Maka jalan satu-satunya adalah membangun niat baru di tempat baru. Hasilnya pun memang tak seburuk yang dibanyangkan, walaupun untuk nilai-nilai belum sesuai harapan. Maklumlah saya hanya handal menggambar kurva ekonomi untuk sekarang ini.

Hidup memang terus berjalan maju, kecuali Anda memiliki alat Doraemon. Kalaupun memiliki alat Doraemon, saya lebih prefer memiliki kacamata tebus pandang baju dibandingkan alat pemutar waktu. Jadi nikmati hidupmu dengan bijak, penuh pemikiran, dan bodoh.

Penghuni kamar 172 part 3

Akhirnya setelah lama tidak menambah koleksi tulisan mengenai kehidupan di asrama yang penuh kebodohan karena terlalu sibuk bergumul dengan kuliah, posting-an ini pun akhirnya rampung. Memang tidak istimewa, namun harus saya akui orang-orang yang berada dalam kamar 172 bagaikan saudara saya sendiri, maka WAJIB hukumnya saya mengekspos ke-eksotikan hewan-hewan ini.

Dalam posting-an ini, akan diceritakan tentang manusia penghuni terakhir dari kamar 172 yang belum diceritakan. Pada postingan-postingan sebelumnya telah diberi sedikit bocoran mengenai orang terakhir penghuni kamar 172. Orang itu bernama Ahmad Ghuling. Doi memang berasal dari ibukota negeri para banci, Bangkok, Thailand. For your info, pada tahun pertama di universitas saya, sudah jadi hal lumrah menanyakan daerah asal seseorang yang berada di asrama, sebab seluruh penghuni asrama benar-benar berasal dari seluruh pelosok di Indonesia. Mendengar segerombolan manusia berbicara dengan bahasa 'bletok-bletok' dibantu guyuran cudah warna warni ala orang Jawa, mendengar umpatan-umpatan laknat sambil menghunuskan golok ala orang Makassar, hingga mendengar bahasa primitif orang Papua pun sudah lumrah terdengar oleh kuping saya di kampus. Awalnya mungkin kuping saya sering cedera hingga berdarah mendengarkannya, berhubung saya hanya seorang Sunda (gadungan) tulen yang jarang berinteraksi dengan suku lain. Namun lama-kelamaan pun saya (terpaksa) menerimanya bulat-bulat. Kembali kepada cerita, ketika saya pertama kali sampai ke kamar asrama, Ghuling-lah orang pertama yang saya temui di dalam kamar. Ketika itu ia sedang mengunyah permen karet dengan muka yang sangat kecut ketika saya menapakan kaki ke dalam kamar. Kita bertatapan. Terus bertatapan. Dalam hati saya yang terdalam saya yakinkan pada diri sendiri, "Oke, ton. Tenang! Ia bukan penyuka sesama jenis! Kalaupun dia penyuka sesama jenis, kau ini jelek, Ton! Jelek!". Dan ia masih menatap saya, very akward. Tidak ada yang berinisiatif memperkenalkan diri, tersenyum, ataupun membuat pengakuan kalau dirinya bukan merupakan penyuka sesama jenis.

Sebelumnya, di asrama kampus saya banyak terdengar desas-desus mengenai keberadaan kawanan penyuka sesama jenis. Kawanan itu menyerang para lelaki lemah lembut dari belakang ketika sedang lengah, lalu ketika tertangkap maka pupuslah masa depanya yang cerah. Saya pernah menasihati teman saya yang lemah lembut untuk menghekter duburnya, namun ia tersinggung lalu menampar saya. Padahal saya memikirkan masa depannya. Kembali ke cerita, akhirnya Ghuling memecahkan situasi hening diantara kita. Ia berkenalan sambil menawarkan permen karet. Hilanglah su'udzon dari hati ini. Bagaikan Hyuuga di komik Captain Tsubasa, ia bersikap dingin ditambah jaim. Sungguh menggelikan melihat orang menjaga citranya dihadapan orang yang baru dikenalnya, bagaikan keledai!

Ghuling orang yang selalu berusaha tampil to the max alias selalu punya gaya. Berbeda dengan saya, Proginul, apalagi Jaber yang notabene berpenamapilan pas-pasan (apalagi Jaber, cupu!). Ia sangat tergila-gila dengan segala hal yang berbau Jepang, itu terbukti dengan penemuan 5 hingga 10 butir kenginan dari "100 keinginan"  yang dia tulis di kertas poster di kamar yang dimana keinginannya tak jauh dari "Ingin punya pacar/istri orang Jepang", hingga "Ingin punya pacar/istri orang Jepang yang SOLEHAH" (Saya dan Proginul terbahak-bahak membaca ini). Tontonan dalam laptopnya pun nyaris semua merupakan film Jepang (Iya, hingga tontonan 'birunya'). Tak cukup sampai disana, ia pun seorang maniak Kamen Rider. Ia pernah tampil dengan kostum Kamen Rider sambil jalan bersolek dihadapan banyak orang (orang-orang menyebutnya cosplay, namun saya menyebutnya fantasi bodoh). Namun bukan itu yang menjadi masalah. Ia pernah membawa salah satu kostum Kamen Rider yang ia gunakan ke dalam kamar. Kostum yang ia aku-aku adalah kostum Kamen Rider itu berwarna pink, tak peduli berapa kali pun ia berdalih bahwa kostumnya berwarna magenta atau magentong, tetap saja itu PINK! Saya beserta penghuni kamar 172 lainnya pernah berpendapat bahwa mungkin kostumnya adalah "baju seksi'-nya Ghuling yang membuat ia merasa seksi ketika memakainya. Mungkin ia semakin percaya diri ketika mengenakan kostum itu. Mungkin ia dapat menyelesaikan soal-soal kalkulus buatan rektor, memanjat Tugu Kujang, bahkan menunggangi macan Siberia hanya dengan mengenakan kostumnya. Segala sesuatu memang mungkin.

Bila dikamar, ia memiliki suatu alat unik yang menjadi mainan dikala galau, mainan itu bernama "Tjangtjoet Marry-go-round". Cara bermainnya sederhana, ambilkan celana dalam sebanyak delapan biji. Usahakan itu milik anda sendiri, lalu digantung di jemuran yang dapat berputar. Setelah sudah terpasang, maka putarkanlah berkali-kali. Hasil yang di dapat seperti berikut :


















Sebenarnya itu hanya permainan bodoh yang saya lakukan ketika tidak bisa menyelesaikan soal kalkulus. Jadi dapat saya yakinkan bahwa penghuni kamar 172 lainnya tidak seperti ini.

Dibalik kekonyolan mengenai Ghuling, dia tetap adalah sahabat penghuni kamar 172 lainnya. Disetiap pagi dan sore hari, ia selalu rela membiarkan saya menggunakan sabunnya untuk mandi, berhubung saya tidak pernah punya sabun pribadi di asrama. Malah tak jarang, sabunnya hilang karena kecerobohan saya. Tak perlu banyak waktu untuk dapat dekat dengannya. Mungkin ia memang berasal dari negeri para banci, tapi saya jamin ia bukan merupakan seorang wanita dimasa lampaunya.


Ini adalah rupa dari Ahmad Ghuling bersama saya dan Proginul ketika menonton pertandingan Indonesia menggilas Malaysia di GBK.

Dengan berakhirnya pendeskripsian tentang orang terakhir penghuni kamar 172, itu artinya seluruh makhluk di kamar laknat bernomor 172 telah selesai di ceritakan. Tapi tidak dengan blog ini! Blog ini akan terus hidup melawan dunia yang durjana ini!

Ingat, JANGAN PERNAH NAMAI ANAK ANDA DENGAN NAMA YOUNGHUSBAND!

My Quotes of WTF

"Tidurlah sebelum ditiduri"
                         - Abdurrahman Fathony Syaukat.





"Mending mati di Dufan daripada mati di asrama"
                         - Abdurrahman Fathony Syaukat.




"Gaul lah sebelum digauli"
                         - Abdurrahman Fathony Syaukat, dikatakan kepada Abdul Jaber yang hendak memasukan bajunya kedalam celana.

Penghuni kamar 172 part 2

Setelah berhasil mendeskripsikan seorang penghuni kamar 172 bernama Proginul, kini saya akan berlanjut mengenalkan penghuni kamar lainnya, dan orang yang beruntung itu adalah Abdul Jaber.

Sebenarnya mendeskripsikan orang ini hanya cukup menggunakan satu kata dan semua orang yang membaca akan langsung memahami sembari menghina penuh kepuasan. Jaber ini orang CUPU.
Well, saya takkan sejahat itu mendeskripsikan teman saya hanya dengan satu kata hina itu, tapi saya akan lebih jahat dengan mendeskripsikanya menggunakan kata-kata LEBIH durjana (sungguh diri ini sangat puas menindas kecupuan orang ini hingga suatu hari nanti ia akan mengalami keterbelakangan).

Seperti orang (ehem, cupu) pada umumnya, penampilanya amat mudah ditebak : kulit terawat, rapih, rambut klimis aerodinamis, tidak ada kumis, amat ekonomis, peminum pipis. Belum selesai sampai disitu, fakta bahwa ia adalah warga Jawa yang amat polos dan lugu semakin membuat ia terpuruk dalam status "Culun of all time". Bila ia bukanlah seorang mahasiswa melainkan seorang tentara, tetap saja tidak ada yang berubah sebab mungkin ia akan menjadi budak pemuas nafsu dan diperkosa tentara lainnya. Ia berasal dari Bojonegoro, suatu daerah di Jawa yang menurut pengakuanya masih bergelut mencari sinyal internet. Namun ia sangat bangga menjadi warga Bojonegoro, hanya ia yang dapat melafalkan "Bojonegoro" dengan baik dan benar sesuai EJYD, Ejaan Jawa Yang Disempurnakan. Di saat kita mengucap "Bojonegoro" dengan datar, dengan lantang dan pasang tampang murka (yang pastinya sangat cupu) ia akan membenarkan pelafalan yang benar, ia melafalkan "Bojonegoro" dengan penuh kesempurnaan orang Jawa : "Bhohjhohneghoroh". Damn, sangat-sangat sempurna.

Bila ia akan berangkat kuliah, itu akan jadi pemandangan yang sangat menghibur bagi saya dan Proginul yang notabenenya orang pemalas. Dengan sangat sigap ia akan siap 1 jam sebelum kuliah dimulai dengan menaiki bis kampus yang diparkir di depan asrama. Dengan kepolosanya ia akan menaiki bis tersebut dengan langsung mencap bangku di paling depan bersebelahan dengan pak supir. Bila sudah ada yang menempati kursi tersebut, dengan bibir melipat dan muka yang kecut ia akan berkata "Punyaku!" dengan intonasi yang manja. Pemandangan seperti ini biasa saya lihat ketika anak tetangga saya akan naik jemputanya sambil berebut kursi depan dengan anak kecil lainya, tak disangka ketika saya kuliah pun pemandangan ini masih sering dilihat. Setelah duduk di depan, ia akan mengeluarkan buku kuliah dengan wajah berseri-seri, dan disaat inilah saya dan Proginul akan beraksi. Kita akan menghampiri bis tersebut dan dengan muka bak titisan dajjal kita akan membuka mulut selebar-lebarnya dan menumpahkan segala kebengisan dalam tawa yang terbahak-bahak melihat teman sekamar kita yang tingkat keculunanya diambang batas normal, dimana kita selaku manusia mengira orang yang culun seperti di film-film itu hanyalah mitos atau cerita rakyat yang diceritakan turun-temurun.

Kurang lebih beginilah macam-macam celaan saya dan Proginul dari luar bis terhadap Jaber.

Saya       : AHAHAHAHAHAHA. Eh Ber, belahan rambutnya kurang ok. gak to the max!
Proginul  : Eh eh eh, ton. Liatin gw, gw mau jadi Jaber (lalu membusungkan perut dan memasang tampang blo'on penderita epilepsi). Hai aku Jaber, aku cupu, aku makan biskuit Regal.
Jaber      : ... (dari dalam bis memasang tampang antagonis bak pemain sinetron pemeran majikan keji).
Saya       : (Ikut menirukan Jaber) Aku Jaber, aku pakai parfum casablanca dan bedak calycile di ketiaku.
Proginul  : Aku Jaber, aku main Pizza Frenzy!!
Saya       : ......

Dan Jaber mendadak paket kiriman berupa SIM B langsung dari surga lalu atas kehendak-Nya Jaber menabrak kami dengan bis lalu kembali menggilas kami tetap dengan tampang majikan kejinya.

Namun, dibalik keculunan seorang Jaber, ia adalah orang yang baik hati dan cerdas. Kami teman sekamarnya merasa bodoh di dekatnya hingga terjadi kesenjangan sosial antara Si Pintar dengan kelompok Si Dongo-tapi-hidup. Tapi kesenjangan itu memudar karena tanpa ragu Jaber akan mengajar orang yang sedang butuh.
Kadang justru ia sangat terlihat cantik seperti di foto berikut.



Lagi-lagi anda terkena jebakan betman, tragis. :maho
Yah, begitulah rupa teman sekamar saya di asrama.

Dengan selesainya deskripsi tentang Abdul Jaber, berarti tersisa satu nama yang belum di ceritakan, yaitu Ahmad Ghuling. Nantikan kisahnya mengenai teman saya yang berasal dari Thailand, negeri para banci seksi.

Bye!

Penghuni kamar 172 part 1

Sesuai janji saya di post sebelumnya, saya akan sedikit menceritakan mengenai teman-teman sekamar saya di asrama. Makhluk-makhluk ini yang akan menemani saya hingga penderitaan suka dan duka di tahun pertama di kuliah ini berakhir bersama di kamar 172, kamar tinggal saya di asrama. Damn, lagi-lagi terasa seperti penyuka sesama jenis.

ok, daripada terdengar semakin aneh, langsung saja diperkenalkan kepada orang pertama penghuni kamar.

Pertama akan diperkenalkan seorang lajang dari bandung bernama Proginul Wangsomulyo. Dari namanya kadang menimbulkan fitnah berbau SARA, tak jarang orang menganggap ia seorang penganut Hindu atau Budha, tapi saya yakinkan bahwa ia seorang Muslim dan itu dapat dibuktikan dengan pengakuanya bahwa ia telah disunat. Memang bukan nama yang cocok untuk di hafal ketika baru berkenalan, karena akan susah diingat. Contohnya di minggu-minggu awal tinggal di asrama, karena susah untuk mengingat namanya maka muncullah nama-nama karangan seperti "Proga", "Progu", hingga "Proanal" (nama yang terakhir terasa vulgar namun justru mudah diingat).
Rupa dari orang satu ini sangat eksotis dengan rambut yang keriting menyerupai bulu dada Rhoma Irama ketika masih muda dan enerjik. Kulitnya sangat gelap, dan hingga saat ini kulit gelapnya dijadikan alasan kenapa ia selalu bersolek dengan berbagai lotion se-tupperware yang ia bawa dari Bandung (dalam satu tupperware mungkin berisi empat macam lotion, tapi jujur, tak satupun lotionya membawa perubahan).
Ia memiliki kemampuan tak tertandingi dibandingkan penghuni asrama lainya. Disaat seorang mandi di pagi hari sebelum berangkat kuliah dan baru akan mengeluh merasa gatal ketika di sore hari, seorang Proginul tidak akan mengeluh gatal di sore hari, melainkan 3 HARI KEMUDIAN! Ini pernah bahkan sering dibuktikan langsung olehnya.
Berikut dialog yang membuktikan kemampuanya,


> Pagi hari
Proginal : mandi ah, mau kuliah.
Saya : ya mandi sanah, koreng. Gua juga mau mandi.

> Sore hari
Saya : anjir, gatel siah (sambil garuk selangkangan).
Proginal : (hening)

> 3 hari kemudian
Proginal : Iya siah ton, gatel belum mandi (baru menanggapi pernyataan saya setelah 3 hari).
Saya : ... babi modern lu.

Namun karena kemampuanya pula, munculah suatu kelemahan. Sedikit mengupas mengapa ia memiliki berbagai macam lotion dalam tupperwarenya, selidik punya selidik ternyata semua lotion tersebut digunakan untuk menutupi keborokanya, dan saya katakan sekali lagi, keborokanya. Beberapa menit sekali ia akan membuka celananya (tanpa memperdulikan dia sedang berada dimana dengan siapa) lalu meraih tupperwarenya. Dengan posisi badan meringkel seperti udang yang direbus, tanganya dengan cekatan bagaikan tukang siomay akan mengoleskan berbagai macam lotion pada ... selangkanganya.
Pemandangan seperti ini pada awalnya sangat meresahkan warga, disaat sedang khusyuk menghadapi ulangan MTK dengan hinanya ia takkan segan membuka celananya dengan memamerkan selangkanganya. Disituasi seperti ini, siapapun yang melihat diyakini akan mengidap cikungunya dalam waktu yang dekat.

Termasuk anda!


jebakan betmen!

Gambar memang tak pernah berbohong.
Semoga sang korban postingan akan terima postingan ini dengan lapang dada.

Masih ada 2 orang lagi dari kamar 172 yang belum diceritakan, jadi tetap menyimak blog ini, yah!
Ingat, JANGAN PERNAH NAMAI ANAK ANDA YOUNGHUSBAND!

Adakah yang memiliki tang?

Sebuah kalimat bodoh yang diucapkan teman saya yang orang arab, kalimat ini diucapkan ketika menemui seorang wanita dalam sebuah mal.

"Eh, punya tang gak?" tanya teman arab saya.
"Gada" jawab si wanita.
"Tapi nama punya kan?" tanya teman arab saya dengan muka sedikit cabul.

Lalu bergegaslah wanita tersebut meninggalkan onta horny yang menanyakan namanya.

Dari kalimat bodoh tersebut, saya sedikit terinspirasi untuk menggunakanya di blog pertama saya.

ADAKAH YANG MEMILIKI TANG?
KALO PUN GADA, NAMA PUNYA KAN?
KENALAN YUK! :D


Hai!
Saya Tony, seekor mahasiswi eh mahasiswa dari sebuah Institut Pertanian di Bogor (hapuslah kata 'di' dan kalian akan mendapatkan petunjuk) yang sekarang ini masih menjalani tahun pertama di kampus ini atau tahun pertama di kampus saya lebih dikenal sebagai TPB, Tingkat Persiapan Bersama atau  juga Tingkat Paling Bego (Dalam blog-blog yang akan mendatang, akan lebih dibuktikan mengapa TPB layak dibilang Tingkat Paling Bego.)

Di tahun pertama saya berkuliah, diwajibkan untuk tinggal di asrama. Persetan mau tinggal di Bogor juga, tetap diwajibkan tinggal di asrama dengan mahasiswa-mahasiswa lainya yang berasal dari daerah-daerah diseluruh Indonesia hingga luar Indonesia, ini dibuktikan dengan penemuan seorang mahasiswa yang berasal dari Bangkok yang kemudian menjadi teman sekamar saya di asrama (pernyataan ini sungguh terasa homo).

Namun, apa yang dirasakan di asrama ternyata tak sedurjana yang dibayangkan sebelumnya. Dulu saya (atau mungkin semua orang dan hewan) menganggap tinggal di asrama adalah sebuah malapetaka walaupun tak mungkin separah menghadapi kenyataan bahwa ibu anda adalah Nurdin Halid. Image sebuah asrama selama ini kurang lebih adalah membayangkan sebuah kamar kecil yang dihuni 10 orang berjenis kelamin sama dengan satu ranjang kecil, dengan hanya 3-4 kamar mandi di tiap lorongnya, dan memiliki tali jemuran panjang yang diisi oleh pakaian berbentuk segitiga milik orang yang berjenis kelamin sama.

Tapi setelah tinggal di asrama, keraguan selama ini tertepis, kecuali 3-4 kamar mandi ditiap lorongnya. Di tiap kamar asrama dihuni 4 orang dan kadang ditambah 2 binatang, satu berupa kucing yang suka ikut masuk ke kamar dan satu lagi adalah orang lain selundupan yang tinggal dikamar anda untuk membantu menghabiskan makanan ( tanpa disuruh) dan membantu merusak kehidupan rumah tangga di kamar asrama. Saya memiliki teman sekamar bernama Proginul Wangsomulyo, Abdul Jaber, dan Ahmad Ghuling (untuk kenyaman bersama, nama-nama tersebut adalah samaran demi melindungi hewan-hewan langka tersebut).

Cukup dulu deh segini perkenalanya, dukungin terus yeh biar semangat ngeblog! hehehe