Kami Manusia Purba, Kami Mahasiswa

Ia berjalan sedikit malu-malu dengan membawa piring berisikan makanan pada pesta perkawinan itu. Terlihat dalam piringnya sebuah gunungan besar dari nasi yang bila ditumpahkan sebanding dengan tiga porsi nasi. Pakaianya cukup rapih tak terlihat seperti kuli bangunan, kemeja batik yang sedikit lusuh mungkin karena sering dipakai. Lalu tanpa sengaja ia tersandung kursi dihadapanya. Tumpahlah piring yang dibawanya dengan penuh kehati-hatian.Terungkap sudah isi dari porsi makan kulinya, dibalik gunungan nasinya tersembunyi tiga buah ikan, dua buah paha ayam, dan rolade yang ditumpuk.

                                                  *********************************

Itulah mahasiswa. Itulah saya. Itulah teman-teman saya. Tapi cerita diatas (untungnya) bukan saya. Bukan pula teman saya, padahal saya berharap itu teman saya karena bila memang benar itu teman saya takkan segan diri ini untuk selebrasi menertawakanya sambil membuka baju dihadapan tamu undangan perkawinan dan memperlihatkan perut buncit saya yang sebelumnya sudah saya tuliskan 'pecundang' dengan penuh hina. Bersamaan dengan selebrasi saya, beberapa security akan menembak saya dengan peluru bius seperti yang sering diperlihatkan dalam film dokumenter binatang National Geographic mengenai penanganan badak di afrika. Hanya sedikit penggambaran saja mengenai mahasiswa. Kami mahasiswa, sebenarnya merupakan tahap sebelum menjadi manusia modern seperti yang pernah dipaparkan oleh Charles Darwin.

Tidak sedikit yang mencaci maki Darwin karena teorinya yang dianggap gila,  namun saya sendiri cukup sependapat walaupun saya tetap tidak setuju dengan tahapan awal, yaitu manusia berasal dari kera. Tapi menurut pemaparan bodoh saya, saya berpendapat manusia berevolusi dari manusia, menjadi manusia purba (mahasiswa), dan kembali lagi menjadi manusia.


Iyah, inilah revolusi manusia yang sesungguhnya. Ketika semua manusia belum menginjak jenjang mahasiswa, semuanya adalah manusia modern murni tanpa evolusi. Namun ketika memasuki jenjang mahasiswa semuanya akan berubah.
'Mahasiswa' terlihat bagaikan sebuah kesalahan dalam kosakata bahasa Indonesia. Menyandang 'maha' seperti menyandang kesalahan yang harus ditanggung. Bukanya buruk namun sedikit membingungkan mengingat secara ilmu pun, mahasiswa tidaklah lebih dari seorang dosen tapi bukan dosenlah yang menyandang 'gelar' itu. Tetapi kami, mahasiswa. Secara fisik pun kami kalah mentereng dengan siswa SMA masa kini yang selalu tampil to the max tidak lusuh seperti para mahasiswa penghuni tetap gerbong kereta pergi-pulang atau mahasiswa 'tukang kiloan' yang setia membawa buku-buku tebal dengan bobot masing-masing 5kg per buku.

Lalu kenapa, mahasiswa menyandang 'maha' yang seharusnya hanya disandang Tuhan?

Mungkin jawabanya adalah karena hanya mahasiswalah yang mengalami proses revolusi dari seorang manusia purba yang barbarian menjadi seorang manusia modern yang berakal. Selama menjadi mahasiswa memang tidak mudah karena menjadi mahasiswa tidaklah hanya sekedar belajar dari buku, tapi belajar tentang hidup.
Saat turun ke desa menghadapi petani, seorang mahasiswa harus belajar dan berbicara sebagai seorang petani yang memiliki ilmu lebih untuk dibagi bukan sebagai orang yang lebih pintar secara teori dan ingin menerapkan apa yang ada di buku. Menjadi mahasiswa memang penuh penderitaan secara jiwa dan raga. Saya sendiri sudah mengalami sedikit penyiksaan sebagai mahasiswa secara jiwa ketika dipaksa mendengarkan dosen paruh baya berbicara di depan kelas sedangkan beliau lupa membagikan absen yang notabenenya lebih penting dibanding kuliah tertentu atau pun siksaan secara raga berupa nasi raskin yang harus saya santap dengan tempe selama berhari-hari karena hanya itu yang sanggup saya beli.

Kami sebagai mahasiswa pun masih dalam proses menjadi orang yang besar kelak. Pemahaman kami memang masih dangkal, tapi inilah proses.

Kosa kata yang kami pahami pun tak secemerlang orang sukses. Memaknai kata 'gesek' pun kami berbeda dengan yang dipahami seorang pengusaha.


Yup, kami memang manusia purba berjas almamater. Namun kelak kami akan menjadi manusia modern lengkap dengan toga dan tidak lagi mengkonsumsi beras raskin penuh kerikil di tiap suapnya.
Namun kapan lagi Anda hidup penuh derita dan barbarian kalau bukan sebagai mahasiswa? Karena saya yakin lulus dari kuliah tidak akan sia-sia dan kami akan sukses dengan cara kami masing-masing. Jadi berbanggalah sebagai mahasiswa.

Mungkin inilah pengertian 'maha' bagi saya. Sebuah proses menjadi sempurna.

(Setelah saya baca ulang posting-an ini, saya baru sadar saya sedikit bijak. Sepertinya saya memang perlu ditembak bius binatang. Ada yang tidak beres dengan kejiwaan saya yang mendadak 'waras')

2 comments

fadhli | 22 Juni 2012 pukul 03.07

agak lumayan sedikit bijak ton.

Nandega Store | 23 April 2014 pukul 08.20

Orientasi kehidupan ya gini ini...maha ngutang, mahanebeng, mahagratisan dll T.T
__
JUAL sepatu lokal Bandung original MURAH,FREE ongkir se-pulau JAWA. DISKON setiap hari.SEGERA hubungi BBM: 75570084 , Whatsapp: 085727336911.
http://sepatulokalbandung.wordpress.com/
http://nandegastore.blogspot.com/
www.facebook.com/nandegastore
sepatufootwear.blogspot.com
CINTA & BANGGA DENGAN PRODUK DALAM NEGERI

Posting Komentar