Panduan Memilih Universitas untuk Orang Bodoh

Iya, saya tahu kalau judulnya sendiri sungguh terlihat bodoh. Akan terjadi suatu fenomena penolakan untuk membaca posting-an ini dengan muka angkuh dan penuh keyakinan di hati bahwa hanya seorang keledai-lah yang bodoh namun pada akhirnya "kepencet" untuk membuka blog bodoh ini. Saya tidak menyalahkan itu terjadi, tapi ada kalanya kita harus mengakui kita bodoh dan untuk mengatasi kebodohan tersebut kita harus belajar dari orang yang sama bahkan lebih bodoh. Ingat, belajar itu bukan hanya melihat ke atas terus, loh. Maka oleh karena itu mari bersama-sama kita mengepalkan tangan kita dan dengan keyakinan penuh tinjulah langit yang bengis sambil berteriak "Saya bodoh dan saya bangga!" (disaat itu terjadi saya akan pura-pura terkena cikungunya mendadak dan membiarkan Anda terlihat bodoh dihadapan orang-orang).

Cukup dengan pendahuluan yang juga terlihat... bodoh, mari kita langsung menyimak 'Panduan Memilih Universitas untuk Orang Bodoh'. Artikel... bodoh, ini tercipta dari hasil survey dan juga penderitaan langsung yang dialami pengarangnya sendiri. Maka dapat dipastikan bahwa panduan ini akurat tanpa adanya campur tangan LSM atau pun pemerintah. Cukup PSSI saja yang direcoki menteri berkumis.

LANGKAH PERTAMA!
>Sadar Diri

Langkah pertama ini merupakan langkah paling sakral yang harus dipahami sebelum bertemu langkah-langkah selanjutnya. Tanpa bertemu langkah ini, Anda besar kemungkinan akan dipecundangi langkah-langkah besar selanjutnya. Ini pernah dibuktikan seorang teman saya yang sejatinya sudah lama tidak bersahabat dengan otaknya dari SMP. Bila tidak dapat mendengar disebutnya tuna rungu, maka teman saya itu mengidap tuna otak, kelainan dimana tengkorak Anda berfungsi hanya sebagai tempat penampungan oksigen yang dihirup lalu dikeluarkan lagi karena tidak ditemukannya organ bernama otak. Ketika tahun lalu dengan keyakinan tingkat tinggi ia mengikuti SIMAK UI dengan memilih paket delapan pilihan dimana semua pilihannya merupakan pilihan favorit. Sebenarnya tak ada yang salah dengan itu, karena saya pun menyimpulkan bahwa teman saya itu tidak pantang menyerah. Namun saya memang salah, sebab teman saya tersebut tidak menyadari kapasitasnya yang tetap saja tidak diisi pelajaran apa pun untuk menghadapi SIMAK UI. Ia dengan rutin mengisi hari-harinya dengan bagaimana menulis dan membulatkan namanya pada lembar jawab dengan benar untuk mendapatkan nilai upah tulis atau lebih tepatnya nilai belas kasih. Seperti yang dapat ditebak, teman saya terbuang dari semua pilihannya. Syukurlah sekarang dia memiliki masa depan yang cerah dan bahagia, dan ia pun sudah dapat membulatkan namanya pada lembar jawab dengan benar.

LANGKAH KEDUA!
>You Are What You Think!

Anda adalah apa yang Anda pikirkan. Apa yang ada dalam pikiranmu menentukan apa yang bakal kau jadi. Selama ini saya selalu berpendapat itu hanyalah mitos, suatu bualan untuk menghibur orang-orang ber-NATO tinggi (No Action Talk Only). Tapi ternyata apa yang kita pendam dalam pikiran kita benar-benar akan menjadi tameng bahkan boomerang untuk kita sendiri. Saya benci berbicara teori, maka saya akan langsung memberi contoh. Tahun lalu ketika saya masih muda dengan pakaian seragam putih-abu yang sangat culun lengkap dengan sabuk "Tut Wuri Handayani", optimis menjadi hal yang langka karena sudah tercekoki dengan sederet nilai berbentuk 8 tapi dibelah dan hanya disisakan bagian kanannya (kurang lebih bentuknya jadi seperti ini "3"), hidup saya berantakan bak biksu yang dikebiri. Maka pupuslah harapan mengikuti PMDK. Pesimislah saya menghadapi sisa kelas tiga SMA. Namun apakah saya menyerah? Oh jelas tidak! Saya bangkit kembali layaknya Shakh Rukh Khan yang dipukuli hingga babak belur di film-film India dan dengan dada berbulu bak karpet "Welcome" ia bangkit dan menumpaskan lawan-lawannya. Seluruh kebangkitan itu pun berawal dari fikiran untuk terus survive dengan modal optimis. Hidup itu belum ada bumbunya bila kita belum menghadapi keterpurukan, itulah kesimpulannya. Ketika Anda sudah berada di langkah ini, saya dapat menjamin bahwa Anda sudah dapat mengenal dan menangani diri Anda sendiri.

LANGKAH KETIGA!
>Jangan Asal Masuk Universitas karena Alasan Konyol


Anda mungkin menganggap bahwa langkah berikut lelucon, namun justru langkah berikut ini merupakan langkah yang harus benar-benar diperhatikan. Sebelum Anda benar-benar mendaftarkan diri Anda untuk mengikuti tes/SNMPTN/SNMPTN undangan, tanyakan pada diri masing-masing: 


KENAPA SAYA INGIN BERKULIAH DISINI?

APA YANG BISA SAYA TAWARKAN DENGAN BERKULIAH DISINI?
KENAPA SAYA TIDAK BISA MENCIUM SIKU SAYA SENDIRI?


Nampaknya pertanyaan nomer 3 adalah pertanyaan batin saya yang belum terjawab meskipun saya sudah puasa daud untuk mencari jawabannya, mohon dihiraukan saja pertanyaan nomer 3.
Namun dengan keseriusan mendalam, mohon untuk diperhatikan pertanyaan pertama dan kedua. Jawaban apa yang keluar dari hati Anda masing-masing?
Anda dapat melihat kenyataan jawaban Anda sendiri dengan menulis atau hanya cukup mengingat jawaban Anda dengan format "Karena di PTN Anu bla bla bla...". Apapun jawaban yang keluar, yang dicari dari jawaban itu adalah subjek dari kalimat alasan Anda. Misalkan jawaban Anda tadi adalah "Karena saya ingin membantu perekonomian Kota Bogor", berarti "saya" adalah subjeknya.
Setelah Anda sudah mendapat jawaban Anda, mari kita periksa hasilnya.

Jawaban : Jawaban apa pun yang memiliki subjek selain "saya" adalah SALAH.


Oke, saya semakin paham Anda berhasrat mengatakan saya sudah cukup gila. Bila Anda ingin bertindak anarkis terhadap saya dan analisis saya, saya persilahkan asal jangan ikut campurkan motor saya. Cicilannya belum lunas, sumpah.
Tapi sebelum itu terjadi, saya ingin berpendapat mengapa saya sampai berkata demikian. Saya yakin akan banyak jawaban dengan subjek yang mulia seperti "orang tua", "daerah saya", "keluarga", "membantu orang", dll. Namun tanpa menghilangkan rasa hormat terhadap alasan-alasan bijak tersebut, justru Anda sendirilah yang harus menjadi alasan utama keberadaan Anda di dunia perkuliahan. Iya, Anda. Cukup dengan kemuluk-mulukan demi orang tua dan nama besar keluarga, tapi justru orang tua Anda-lah yang menginginkan Anda berkuliah. Sisihkan dulu niat mulia Anda untuk mensejahterakan orang atau daerah asal Anda, tapi sadarkan bahwa Anda yang diinginkan orang-orang untuk membantu mereka kelak. Ini sudah bukan zamannya seperti diksar atau LDK di SMA Anda dulu dimana harus memikirkan kebersamaan dan kekompakkan bahkan sampai perlu berbagi satu permen yang diputar secara bergantian untuk lima puluh orang. Dihabiskan dalam tiga putaran pula. Sudahi masa-masa bodoh itu dan sadarlah yang akan Anda hadapi murni untuk Anda.

LANGKAH TERAKHIR!
>Niat


Sekali lagi dengan langkah aneh ini saya sudah siap untuk di cerca para aktivis bercelana di atas mata kaki dan jas dengan punggung yang ramai dengan font besar-kecil merusak mata bertuliskan organisasi-organisasi mereka. Mereka akan mengatakan saya kafir dengan menaruh niat atau nawaitu di langkah terakhir. Mereka akan naik pitam lalu mengadakan aksi "10000 Facebooker's menolak Tony berpose tidak senonoh". Tapi saya hanya dapat mengatakan mengapa saya menaruh niat sebagai langkah terakhir adalah untuk mengantisipasi apa pun yang terjadi. Sekali lagi bukan kita yang mengatur jalan hidup kita sepenuhnya. Seburuk-buruknya hasil yang di dapat adalah belum diterima di universitas impian.
Karena itulah bila memang hasil itu yang diterima, maka lakukanlah langkah terakhir ini yaitu untuk bangun kembali niat yang baru dan niatkan dapat yang terbaik di tempat yang tak terduga tersebut. Saya pun merasa saya berada di tempat yang tidak atau hanya belum tepat dari apa yang saya inginkan sebenarnya. Bakat, minat, dan niat saya sebenarnya berada di FSRD ITB, namun apa daya saya berada di FEM IPB. Maka jalan satu-satunya adalah membangun niat baru di tempat baru. Hasilnya pun memang tak seburuk yang dibanyangkan, walaupun untuk nilai-nilai belum sesuai harapan. Maklumlah saya hanya handal menggambar kurva ekonomi untuk sekarang ini.

Hidup memang terus berjalan maju, kecuali Anda memiliki alat Doraemon. Kalaupun memiliki alat Doraemon, saya lebih prefer memiliki kacamata tebus pandang baju dibandingkan alat pemutar waktu. Jadi nikmati hidupmu dengan bijak, penuh pemikiran, dan bodoh.

1 comment

Za | 22 Mei 2011 pukul 04.08

mantap gan!!!

Posting Komentar