Endah N Rhesa, Rockstar si Pengendara Keledai

Rockstar. Sebuah kata dengan makna mendalam. Mungkin rockstar sudah terlalu identik dengan penggambaran seorang/sekelompok orang yang menggebuk kencang drum atau berteriak lantang dengan mikrofon. Rockstar seperti itu banyak, bahkan di negeri kita sendiri band yang menyanyikan lagu cinta cengeng tanpa perjuangan namun berpenampilan garang sebut saja band-band macam Five Minutes, Armada, dan TRIAD. Sungguh, lagu-lagunya mencerminkan pengguna narkoba yang putus asa dengan hidupnya dan ingin mengakhiri hidup dengan cara menutup hidungnya sendiri dengan tangan.
Jadi apakah itu disebut rockstar?

Cukupkan sekian dengan definisi rockstar yang dilihat dari segi penampilan. Sebenarnya postingan ini bukan ingin menjabarkan sedikitpun tentang musik, namun sekedar berbagi definisi lainya dari rockstar yang saya temukan dari dua orang musisi. Saya tak mengerti banyak tentang musik. Bahkan terap saja fals. Namun seperti yang bisa saya simpulkan dari Rene dalam bukunya "Your Job is Not Your Career", rockstar adalah mereka yang menginspirasi orang lain dengan passion mereka yang menggebu dalam melakukan sesuatu yang mereka senangi. Passion bukan sesuatu yang Anda hebat dalam melakukanya, namun membuat Anda senang dalam melakukanya. Iyah, buku 'Your Job is Not Your Career" sangat menginspirasi dan membacanya membuat saya bergairah. Saya membacanya tanpa mengenakan celana pula.

Tak malu saya katakan bahwa rockstar saya adalah duo musisi sekaligus suami istri, Endah N Rhesa. Pertama kali melihat mereka adalah ketika mereka tampil sangat enerjik dan mencengangkan dalam konser yang diselenggarakan kampus saya. Hanya berbekal gitar, bass, suara melengking, dan keromantisan diatas panggung, seluruh penonton terpukau bahkan sampai melupakan bahwa masih ada satu bintang tamu tenar lagi yang akan tampil setelah mereka. Ah, fuck it dengan bintang tamu lain pikirku setelah melihat penampilan luar biasa mereka. Sesekali Endah, vokalisnya akan memancing Rhesa untuk menantang duel gitar-bass, sesekali juga mereka berbagi satu gitar untuk dimainkan berdua sambil berpelukan. Penonton histeris. Yang membawa pasanganya mendadak gombal "Yang, kita main gitar kayak mereka yuk", yang membawa teman sesama jenisnya mendadak canggung, yang nonton sendirian meluk pacar khayalan, dan yang nonton tanpa celana pulang diusir satpam kampus.

Berhari-hari setelah konser itu saya mulai mencari album mereka di internet, dan dengan seizin Tuhan saya justru dipertemukan dengan halaman Redtube dan web official Endah N Rhesa. Oke, halaman Redtube itu hanya distraksi. Iseng saya memencet pilihan 'blog'. Mata saya terbuka setelah membaca blog mereka. Begitupun celana saya terbuka setelah membaca blog Aceng Fikri. Dalam blog milik Endah N Rhesa menunjukkan bagaimana kesederhanaan, keikhlasan, kesabaran, dan kemaksimalan mereka dalam berkarya. Tersadar oleh tulisan Mbak Endah mengenai pembajakan CD hasil karya mereka sambil membayangkan bagaimana rasanya gambar-gambar saya disebarkan oleh orang-orang tak bertanggung jawab dan bahkan diaku. Belum lagi kalau gambarnya ditambahkan yang tidak-tidak seperti menggambarkan puting pada tokoh Agriman buatan saya. Bagaimana kita sudah sangat terbiasa menganggap bahwa mengunduh lagu dari situs musik unofficial adalah hal yang lumrah. Bagaimana terbiasanya kita untuk membeli CD mp3 bajakan di mamang-mamang CD bajakan di dekat kerumunan pasar. Lalu ada juga tulisan dari Mbak Endah untuk suaminya, Mas Rhesa yang ia cintai secara sederhana tapi sangat mendalam. Menyentuh. Saya hanya bisa memeluk guling lalu melamarnya. Itu pun ditolak.

Kagum, terinspiasi, dan malu sekaligus tersadar saya dibuat oleh mereka.

"Gua harus ketemu mereka lagi" pikir saya berulang-ulang, berulang ulang.

Terinspirasi lagu-lagu dan aksi panggung enerjik bak tukang siomay melayani pesanan undangan pernikahan oleh dua musisi hebat Tanah Air, Endah & Rhesa, saya tergerak untuk mencari konser mereka dalam waktu yang dekat-dekat ini. Dan terjawablah oleh spanduk besar bertuliskan konser Endah N Rhesa dengan Payung Teduh di Planet Hollywood. Dengan mengajak seorang sahabat yang merelakan untuk menonton Endah N Rhesa ketimbang musisi ibukota lainya yang tengah manggung di Bogor, kami meluruskan niat : menonton konser Endah N Rhesa. Tapi tak hanya ingin menonton konser, justru ada pikiran lain yang mengganggu pikiran saya. Sejujurnya saya ingin berterima kasih kepada mereka. Mereka yang telah berkarya dan di dengarkan oleh ribuan pasang telinga. Mereka yang menginspirasi saya setiap kali saya bergadang untuk menggambar sekedar untuk mencari tambahan uang untuk makan daging diakhir bulan atau hanya untuk membuang waktu daripada mengerjakan tugas yang berhubungan dengan menghitung. Nyaman memang nada-nada yang mereka mainkan dan lirik-liriknya pun mendalam tak seperti lirik dari penyanyi sekaligus pembawa acara banci yang diulang berkali-kali dari awal hingga akhir lagu. Iyah, hancur hatiku mendengarkan nyanyianmu, cong.

Dan inilah 'terima kasih' yang saya bisa saya buatkan untuk mereka. Sebuah gambar tak begitu bagus tapi setidaknya bisa mewakili kata terima kasih.


Hari bergulirnya konser pun tiba. Seperti biasa mereka kembali tampil enerjik pada konsernya di Planet Hollywood. Padahal Mbak Endah mengaku sedang flu dari hasil inspeksi saya di Twitter. Mungkin itu hanya upaya 'diving'. Suaramu tetap mengkelepek-kelepekan jiwa bar-barian ini kok, Mbak. Geber-geber! Mereka membawakan lagu-lagu tak hanya dari album pertama dan kedua, tapi juga dari OST Cita-Citaku Setinggi Tanah dan bahkan beberapa lagu dari album ketiga yang belum meluncur di pasaran. Ay Caramba! Saya mendengarkan lagu mereka yang belum resmi mereka keluarkan, saya tersanjung hingga celana saya basah (?).

Selesai tampil selama dua jam lebih konser mereka pun disudahi. Cepat-cepat panitia mengantarkan mereka ke ruangan bintang tamu, cepat-cepat juga para fans yang ingin berfoto mencoba mengekor. Terancam tak dapat memberi gambar buatan saya untuk mereka karena kalah cepat, saya memulai langkah gesit untuk mendahului para hippies. Berbekal kartu pers kampus, saya mencoba mengaku sebagai wartawan yang ingin mewawancarai mereka di ruangan bintang tamu. dan yang benar saja, mereka tertipu! Makan aspal kalian hippies, saya punya akses kartu pers!

Lelanjutanya lebih baik dilihat saja dari dua foto dibawah ini. Saya merasakan sendiri bagaimana kesederhanaan dan keramahan mereka.



Tak lupa saya katakan sambil bersalaman dengan Mas Rhesa, 
"Terima kasih, kalian sangat menginspirasi."


1 comment

Unknown | 6 Desember 2012 pukul 10.09

Tulisan lu mantap ton. teu bohong urang, salah jurusan lah maneh di ekonomi wkwk

Posting Komentar